Tangerang Selatan, 2 Agustus 2025 — Digital Resilience Indonesia (DiRI) menyampaikan duka cita mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam gelombang aksi demonstrasi hingga 2 September 2025. DiRI berdiri dalam solidaritas bersama seluruh elemen masyarakat yang menyuarakan aspirasi demi perbaikan bangsa.
Di tengah perjuangan di ruang fisik, DiRI juga menyoroti adanya pertarungan krusial yang terjadi di ruang digital. Seiring dengan pemantauan kami terhadap aksi yang berlangsung sejak 28 Agustus 2025, DiRI mengidentifikasi adanya tekanan signifikan terhadap ekosistem digital Indonesia. Berbagai insiden yang terjadi tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, tetapi juga secara fundamental merusak ketahanan digital individu, komunitas, dan institusi.
Sebagai yayasan yang fokus pada inovasi ketahanan digital, komunikasi strategis, dan riset kebijakan, DiRI memandang situasi ini sebagai ujian kritis bagi kemampuan bangsa dalam mengelola ruang digital yang aman, inklusif, dan bermanfaat. Gejala-gejala kerentanan ini memerlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan.
Kekhawatiran kami didasarkan pada temuan-temuan berikut yang mengancam pilar-pilar ketahanan digital:
- Eskalasi Misinformasi dan Narasi Provokatif, yang terkoordinasi dan sering kali digerakkan oleh kelompok buzzer, yang bertujuan memanipulasi opini publik. Praktik ini secara aktif menghambat upaya rekonsiliasi di tengah masyarakat dengan memperdalam polarisasi, melabeli kelompok tertentu secara negatif, dan mengeksploitasi sentimen publik. Akibatnya, kepercayaan sosial terkikis dan fondasi ketahanan bangsa menjadi rapuh.
- Ancaman Keamanan Siber dan Runtuhnya Ruang Aman, sebagai implikasi dari maraknya intimidasi digital, doxing (penyebaran data pribadi), dan serangan siber yang menargetkan individu dan organisasi yang menyuarakan pendapat kritis. Serangan ini tidak hanya membahayakan keamanan individu, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan (chilling effect) yang menghalangi partisipasi publik yang sehat dan merusak rasa aman di ruang digital.
- Disrupsi Infrastruktur Digital dan Pembatasan Akses Informasi, melalui gangguan akses internet dan pembatasan fitur pada platform media sosial seperti TikTok secara sepihak. Ketergantungan masyarakat pada infrastruktur digital membuat disrupsi semacam ini tidak hanya melumpuhkan hak atas informasi, tetapi juga aktivitas ekonomi dan sosial, yang menunjukkan rapuhnya infrastruktur digital kita saat menghadapi tekanan.
- Pembungkaman Suara Kritis Melalui Jalur Hukum: Penggunaan instrumen hukum, seperti UU ITE, untuk mengkriminalisasi ekspresi di dunia maya secara efektif menekan diskursus publik yang kritis. Hal ini melemahkan literasi digital masyarakat untuk dapat berdialog dan berdebat secara sehat, serta menciptakan preseden berbahaya bagi masa depan demokrasi digital.
Menyikapi temuan ini, Digital Resilience Indonesia (DiRI) menyerukan:
- Kepada Pemerintah dan Regulator, untuk beralih dari pendekatan represif ke pendekatan yang membangun ketahanan. Kami mendorong pengembangan kebijakan tata kelola internet yang transparan, partisipatif, dan berfokus pada penguatan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di kalangan aparat negara.
- Kepada Perusahaan Platform Digital, untuk memperkuat komitmen terhadap keamanan pengguna dan transparansi dalam moderasi konten. Platform harus berinvestasi dalam teknologi dan kebijakan yang mampu memitigasi penyebaran disinformasi tanpa harus mengorbankan kebebasan berekspresi yang sah.
- Kepada Organisasi Masyarakat Sipil, Akademisi, dan Media, untuk memperkuat kolaborasi dalam membangun ketahanan digital kolektif. Mari kita kembangkan kampanye kontra-narasi yang inovatif, program literasi digital yang meluas, dan riset kebijakan berbasis bukti untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Untuk membangun ketahanan kolektif dan menjaga integritas ruang digital di tengah tantangan yang ada, Digital Resilience Indonesia (DiRI) juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, baik di dalam maupun luar negeri, untuk:
- Memperkuat Ketahanan Digital Internal dan Eksternal. Kami mendorong setiap organisasi untuk mengadopsi praktik keamanan siber yang komprehensif dan secara sadar memilih platform komunikasi yang aman. Langkah ini krusial untuk melindungi data organisasi, para pekerjanya, serta konstituen yang dilayani dari berbagai ancaman digital.
- Menjaga Narasi Publik dan Mencegah Konflik Horizontal. Kami mengajak semua pihak untuk secara aktif menghindari provokasi yang dapat memicu konflik horizontal. Menjadi tugas kita bersama untuk memastikan narasi publik yang dibangun tetap bebas dari stigma, pelabelan, dan ujaran kebencian, khususnya yang menargetkan kelompok rentan, terpinggirkan, dan minoritas. Peran strategis kita adalah mengisi ruang digital dengan dialog yang sehat dan kontra-narasi yang mempersatukan.
- Membangun Solidaritas dan Jaringan Advokasi Global. Kami mengajak organisasi masyarakat sipil internasional untuk terus memantau perkembangan lanskap digital di Indonesia. Kolaborasi dalam riset, kampanye, dan advokasi di tingkat global sangat penting untuk menjaga ruang siber Indonesia tetap terbuka, aman, dan demokratis sebagai bagian dari ekosistem digital dunia.
DiRI berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan lembaga donor, pemerintah, dan sektor swasta untuk merancang solusi inovatif demi mewujudkan ekosistem digital Indonesia yang tangguh di mana setiap individu berdaya dalam menghadapi tantangan transformasi digital.
Narahubung: [081322312014]
Surel: [digitalresilienceindonesia@gmail.com]